24/09/2011

KEEMPUKAN DAGING DITINJAU DARI ASPEK PENGGANTUNGAN, ELECTRICAL STIMULATOR, DAN ASPEK BIOKIMIA


KEEMPUKAN DAGING DITINJAU DARI
ASPEK PENGGANTUNGAN, ELECTRICAL STIMULATOR, DAN
ASPEK BIOKIMIA

Kualitas daging dipengaruhi  oleh banyak faktor, meliputi keempukan atau kelembutan daging, juiciness dan rasa, lemak intra muscular, susut masak, serta sifat kimia, yang kesemuanya akan mempengaruhi selera konsumen. Keempukan daging merupakan kualitas utama yang menjadi alasan bagi konsumen untuk membeli dan mengonsumsinya.
Kelembutan daging adalah sifat organoleptik yang paling penting, sehingga beberapa teknologi diterapkan untuk menjaga kualitas kelembutan daging, seperti  menggunakan metode stimulasi listrik, melakukan proses pelayuan atau manajemen pendinginan, penuaan, maupun penyuntikan kalsium klorida.

a.    Aspek penggantungan
Penggantungan karkas saat proses pelayuan dapat meregangkan otot-otot tertentu pada daging, sehingga otot akan membentang dan rileks yang dapat meningkatkan kualitas keempukan daging. Mengkaji literatur tentang beberapa aspek manajemen penggemukan dan gizi pada pengukuran karkas, dinyatakan bahwa proses penggantungan akan menyebabkan gaya geser pada longissimus dorsi  yang cenderung akan meningkatkan bobot karkas.
Tenderstretching adalah alternatif cara penggantungan, dimana ternak yang telah disembelih digantung pada tulang panggul. Proses fisik akan meningkatkan ketegangan pinggang dan pembentukan otot kaki bagian belakang dan pinggang (hindquarter) yang dapat mengubahnya menjadi lebih empuk.
Meskipun tenderstrecth terbukti dapat meningkatkan kelembutan, namun cara ini dapat merugikan, karena akan menggantung kaki belakang pada posisi 90, sehingga memungkinkan dibutuhkannya ruangan yang lebih besar dan sulitnya melakukan proses pengangkatan.
Sebuah metode baru untuk peregangan otot ditemukan oleh ilmuwan di Virginia Polytechnic Institut dan Universitas Negeri, yang disebut tendercut. Prinsip dari tendercut adalah memotong kekakuan dari kerangka pada karkas setelah penyembelihan, dengan tetap menjaga suspensi tendon Achiless. Tendercut membutuhkan proses yang lebih rumit dari tenderstrecth karena pemotongan didasarkan pada kriteria penampakan spesifikasi dari karkas yang tergantung.

Gambar 1.  Tenderstrecht (Hind quarter)
Bila pada umunya dilakukan penggantungan karkas pada hindquarter, terdapat sebuah penelitian yang memiliki hipotesis bahwa menggantung karkas forequarter bisa memiliki dampak yang menguntungkan bagi kelembutan beberapa otot, karena mengurangi ketegangan di otot pinggang dan bagian kaki belakang dan pinggang.
Dari hasil penelitian, tidak ada perbedaan suhu karkas atau pH yang diukur 24 jam setelah penyembelihan. Namun, tebal lemak lebih besar pada forequarter (4,3 mm) dibandingkan pada hindquarter (3,8 mm). Perbedaan ini bisa disebabkan karena pengurangan dalam ketegangan pada longissimus dorsi yang menyebabkan pemendekan otot dan lemak, sehingga meningkatkan ketebalannya.
Sudut pandang utama keempukan adalah lebih penting mencegah pemendekan postmortem daripada mengupayakan peregangan otot maksimal. Tenderstrecth memiliki kemampuan untuk mengurangi variasi dalam kelembutan longissimus pada daging sapi. Namun demikian, efek tenderizing otot biceps femoris, semi membrane tidak ada atau sedikit. Hal ini karena tingginya kandungan jaringan otot dan ikat yang lebih menentukan kelembutan daripada peregangan protein myofibrillar.
Menggantung karkas sapi pada forequarter, atau seperempat bagian depan, menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam kelembutan longissimus dorsi tanpa merugikan biceps femoris. Peningkatan kelembutan ini disebabkan olehpenundaan pembusukan pada forequarter.

Gambar 2. Fore quarter
Meskipun mengurangi ketegangan pada otot longissimus dorsi, namun hal ini cukup untuk menghindari pemendekan otot. Dari hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa perlakuan fisik telah mengubah daerah myofiber yang mempengaruhi aktivitas biokimia tertentu.
Selama proses yang diuraikan di atas, terjadi aktivitas biokimia yang disebut proses autolysis, yaitu perombakan tenunan daging oleh enzim yang terdapat dalam daging, sehingga daging lebih empuk dan berkembangnya flavor daging yang lebih baik.

                                             Gambar 3. Hanging fore quarter

b.   Aspek electrical stimulator
Stimulasi elektrik juga dapat mempercepat glikolisis, yang menyebabkan rigor mortis terjadi lebih cepat pada temperature yang lebih tinggi pada daging dan membatasi kontraksi otot.  Selain itu, stimulasi elektrik juga dapat mempercepat habisnya ATP serta penurunan pH, mencegah pemendekan otot karena coldshortening, menurunkan lemak, serta meningkatka keempukan dan cita rasa daging sapi.
Penyebab utama kealotan daging adalah pemendekan otot postmortem. Stimulasi elektrik dapat menyebabkan warna otot lebih terang, kekerasan dan solidifikasi marbling berkembang lebih cepat dibandingkan nonstimulasi.
Resistensi perlakuan karkas pada stimulasi listrik dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu tenggang waktu antara pemotongan ternak dengan stimulasi listrik, jarak antara elektroda, kontak area elektroda dengan daging, ukuran karkas, keutuhan karkas, belahan atau potongan – potongan karkas, lama waktu dan voltase yang digunakan.

Gambar 4. Diagram efek pemberian stimulasi elektirik pada pemotongan karkas
Stimulasi listrik memperpendek waktu pencapaian rigormortis melalui dua fase, yaitu akselerasi rigor mortis melalui dua fase, yaitu akselerasi glikolisis, yaitu fase selama stimulasi dan fase setelah stimulasi menurun. Setelah fase ini, karkas yang masih hangat dapat didinginkan dengan cepat pada temperature 10C tanpa menyebabkan pemendekan otot, kemudian karkas dapat dibekukan dengan tepat tanpa menyebabkan pemendekan otot prerigor dan kekakuan setelah pencairan kembali daging beku yang disebut thaw rigor.
 Dikenal dua metode stimulasi listrik, yaitu stimulasi dengan tegangan rendah dan stimulasi tegangan tinggi. Pada tegangan rendah digunakan voltase tidak lebih dari 100 volt dengan lama perangsangan 30 detik setelah penyembelihan.
Aliran listrik akan merangsang system syaraf ternak yang masih berfungsi, memberikan kontraksi dan secara paralel melalui medan listrik yang terbentuk pada karkas akan menyebabkan kontraksi muskuler.
Pada tegangan tinggi, digunakan voltase diatas 300 volt, dan dapat diaplikasikan agak lebih lambat setelah penyembelihan ternak, 30 – 40 menit setelah pemingsanan, biasanya rantai eviserasi dan pembelahan karkas. Lama perangsangan yang direkomendasikan adalah 1 – 2 menit.


Gambar 5. Rangkaian electrical stimulator

Dari sejumlah penelitian, diketahui bahwa penggunaaan electrical stimulator dapat mempertahankan pH pada kisaran 5,6 – 6,1, sementara karkas non stimulasi mengahasilkan pH  6,1 – 6,6. pH daging paling lunak adalah saat pada kisaran 5,9 – 6,1, sehingga dapat disimpulkan bahwa tegangan yang digunakan oleh elektical stimulator dapat mengoptimalkan percepatan glikolisis postmortem.

c.    Aspek biokimia
Perubahan otot menjadi daging terjadi secara biokimia dan biofisika ditandai dengan menurunnya pH melalui pembentukan asam laktat dan glikolisis secara anaerobic. Mekanisme anaerobic ini terjadi karena otot – otot tidak lagi mendapatkan oksigen akibat terhentinya peredaran darah, sementara otot masih tetap hidup dengan menghabiskan cadangan energinya, sehingga kunci dari keempukan daging adalah proses biokimia pada postmortem.
Pembentukan asam laktat yang tidak cukup disebabkan oleh penurunan glikogen yang hebat sebelum ternak dipotong dapat menyebabkan warna daging menjadi gelap dan teksturnya keras. Keempukan daging tergantung pada derajat kontraksi aktin dan myosin setelah hewan mati selama rigormortis akibat terbentuknya aktimiosin.
Proses keempukan daging dikenal sebagai proses enzimatik dari enzim proteolitik. Tiga factor yang yang menentukan keempukan daging adalah latar belakang keliatan daging, fase kekakuan, dan fase keempukan.
Fase kekakuan dan keempukan daging berlangsung selama post-mortem periode penyimpanan, latar belakang kekerasan terjadi pada saat penyembelihan dan tidak berubah selama periode penyimpanan.
Latar belakang kekerasan daging didefinisikan sebagai resistensi terhadap pergeseran otot yang bisa memendek mencapai 40% dan variasi terjadi karena komponen jaringan ikat dari otot. Kealotan disebabkan oleh pemendekan sarcomere selama pengembangan kekakuan mortis.
Pemendekan otot dapat terjadi akibat otot yang masih prarigor didinginkan pada suhu mendekati titik nol. Pada saat prarigor, otot masih dibenarkan untuk dikonsumsi, meskipun keempukannya tidak sebaik saat dikonsumsi pada fase pasca rigor. Hal ini dimungkinkan karena adanya enzin calpain yang berperan sebagai enzim yang aktif bekerja mencerna protein jika ada ion Ca+2. Ion ini dipreoleh saat reticulum sarkoplasmik dipompa pascakontraksi otot.    
Selama proses pengempukan, proteolisis mempengaruhi semua protein otot, termasuk penghubung jaringan, sehingga telah jelas bahwa protein myofibrillar bertanggung jawab atas proses proteolisis postmortem. Beberapa factor nonenzimatik juga mempengaruhi proses keempukan daging, seperti suhu, pH, dan konsentrasi Ca2.
Temperatur rendah dapat menurunkan pH. pH rendah dapat menyebabkan penghambatan kerja enzim proteolitik, denaturasi protein myofibrillar dan shortening yang berlebihan menyebabkan kekerasan dan penurunan kapasitas resistensi air.
Denaturasi protein myofibrillar dapat terjadi pada pH otot dibawah titik isoelektrik yang mengakibatkan pemucatan otot, berair dan strukturnya longgar. Warna daging menjadi merah cerah ketika mencapai pH akhir normal 5,6 – 6,1 pada saat terbentuknya rigor mortis.

Gambar 6. Daging dengan pH akhir normal berwarna merah cerah

Sementara itu, kalsium diperlukan untuk kontraksi otot, yaitu sebagai motor penggerak enzim proteolitik. Penyuntikan kalsium karbonat dapat meningkatkan keempukan daging. Kalsium memang penting untuk memicu effector dan pengendalian apoptosis.
Sistem proteolitik harus memenuhi syarat untuk dapat terlibat dalam postmortem proteolitik dalam daging. Pertama, protease harus memiliki akses ke substrat, dan kedua, harus mampu memproduksi enzim proteolitik setelah post mortem penyimpanan daging.
Lebih kompleks, keempukan daging memiliki korelasi dengan proses apoptosis, seperti polaritas membrane. Apoptosis dikenal sebagai kematian sel dalam semua jaringan termasuk otot. Keempukan akan tergantung pada banyaknya aktivitas enzimatik, diantaranya aktivitas calpain, yaitu apoptosis tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Luciano, F.. B., A. A. Anton and C. F. Rosa. 2007. BIOCHEMICAL ASPECTS OF MEAT TENDERNESS: A BRIEF REVIEW. Archivos de zootecnia vol. 56 (R): 1-8, 2007
Luchiari F., Albino, et all. 2005. HANGING THE BEEF CARCASS BYTHE FOREQUARTER TO IMPROVE TENDERNESS OF THE LONGISSIMUS DORSI AND BICEPS FEMORIS MUSCLES. Sci. Agric. (Piracicaba, Braz.), v.62, n.5, p.483-486, Sept./Oct. 2005
Rustam, Muh, Effendy Abustam. 2009. PENGARUH STIMULASI LISTRIK TERHADAP JENIS OTOT YANG BERBEDA PADA SAPI BALI. (http://muhines.blogspot.com/2009/06/pengaruh-stimulasi-listrik terhadap.html, diakses 8 Oktober 2010)
S. Kim, Yong, et all. 2007. Improving Tenderness of Forage-Finished Beef Using a Low-Voltage Electrical Stimulator. Food Safety and Technology, Jan 2007, FST-22
Yetmaneli, Hilda Susanti. 2009. PENINGKATAN KWALITAS DAGING MELALUI TEKNOLOGI STIMULASI LISTRIK. (http://repository.unand.ac.id/3324/2/YETMANELI.pdf, diakses 8 Oktober 2010)

1 comment:

  1. Anonymous20:48:00

    This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete